Menaklukkan Jakarta, impian banyak orang dari berbagai penjuru Indonesia. Sucipno, pria asal Wonosobo, adalah salah satu contohnya. Perjalanannya menuju kesuksesan di Ibu Kota dimulai dari nol, sebuah kisah inspiratif yang patut diacungi jempol.
Bermodalkan ijazah Sekolah Dasar, Sucipno memberanikan diri merantau ke Jakarta pada tahun 1992. Ia memulai karirnya sebagai pembantu rumah tangga sekaligus tukang kebun di sebuah kompleks mewah melalui sebuah yayasan penyalur tenaga kerja.
Dari Tukang Kebun hingga Raja Buah di Pasar Induk Kramat Jati
Selama tiga tahun, Sucipno mengabdi dengan tekun di kompleks tersebut. Pengalaman ini menjadi bekal berharga dalam perjalanannya.
Setelahnya, ia pulang kampung dan mencoba berbagai pekerjaan, mulai dari beternak kambing hingga menjadi kuli bangunan. Namun, cita-citanya di Jakarta tetap membara.
Ia kembali ke Jakarta dan membantu saudaranya berjualan buah di Pasar Induk Kramat Jati. Melihat potensi pasar yang besar, Sucipno mengumpulkan tabungan dan memutuskan untuk membuka kios sendiri.
Dengan modal kegigihan dan kerja keras, Sucipno berhasil menyewa kios berukuran 5×5 meter seharga Rp 25 juta per bulan. Omzet besar dari bisnis buahnya membantunya bertahan hingga saat ini.
Membangun Kepercayaan dengan Petani dan Pelanggan
Sucipno membangun kepercayaan yang kuat dengan para petani di Banyuwangi dan Wonosobo. Ia mendatangkan ratusan peti buah setiap harinya.
Kiosnya yang sederhana selalu ramai. Sucipno dan tiga karyawannya sibuk membongkar muat buah, melayani pelanggan yang datang silih berganti. Ia menjadi perantara penting antara petani dan konsumen di Jabodetabek.
Pasar Induk Kramat Jati menjadi tempat transit bagi kebutuhan pangan warga Jabodetabek. Sucipno, dengan usahanya, memberikan akses yang lebih mudah bagi masyarakat untuk mendapatkan buah-buahan segar dengan harga terjangkau.
Dalam sehari, kios Sucipno mampu menjual hingga 100 peti buah naga dari Banyuwangi (sekitar 260 kg) dan 3 ton salak dari Wonosobo. Stabilitas harga pangan turut mendukung kelancaran bisnisnya.
Sebagian besar pembeli merupakan pedagang yang kemudian menjual kembali buah-buahan tersebut di wilayah Jabodetabek.
Efisiensi Transaksi dengan BRIMO dan Pencegahan Uang Palsu
Omzet harian Sucipno mencapai Rp 10 juta. Kecepatan dan keamanan transaksi menjadi kunci penting dalam menjaga kepercayaan dengan para petani.
Sucipno memanfaatkan BRIMO untuk mentransfer pembayaran kepada petani secara cepat dan efisien. Sebelumnya, ia harus pergi ke Agen BRILink atau Kantor BRI Unit Kramat Jati yang memakan waktu dan tenaga.
Penggunaan BRIMO telah sangat membantu dalam mempercepat proses pembayaran kepada para petani. Hal ini juga memperkuat hubungan baik dan kepercayaan antara Sucipno dengan para pemasoknya.
Namun, transaksi tunai masih kerap terjadi. Sucipno pernah mengalami kerugian akibat menerima uang palsu sebesar Rp 300.000. Pengalaman tersebut membuatnya lebih berhati-hati dan mendorongnya untuk lebih banyak menggunakan transaksi digital.
BRI Kramat Jati secara aktif memberikan edukasi kepada para pedagang di Pasar Induk Kramat Jati untuk menggunakan BRIMO dan mengurangi risiko uang palsu. Program edukasi ini mencakup pelatihan penggunaan aplikasi dan transaksi digital.
Pimpinan KC BRI Kramat Jati, Indra Bayu Wira Permana, menekankan komitmen BRI dalam mendigitalisasi pasar untuk meningkatkan efisiensi dan keamanan transaksi, sekaligus mencegah peredaran uang palsu.
Kisah Sucipno menunjukkan bahwa dengan kerja keras, ketekunan, dan memanfaatkan teknologi dengan tepat, seseorang dapat meraih kesuksesan di tengah hiruk pikuk Ibu Kota. Keberhasilannya juga mencerminkan pentingnya sinergi antara petani dan pedagang dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.