Kue kembang goyang, camilan tradisional Betawi, kini menjelma menjadi kudapan modern yang menarik minat generasi muda. Ukurannya yang mini dan varian rasa kekinian menjadi kunci sukses Kembang Goyang Ningnong, sebuah UMKM di Tangerang Selatan.
Berawal dari usaha rumahan pada 2019, Setia Ningsih, pemilik Kembang Goyang Ningnong, awalnya fokus pada kue basah khas Betawi. Namun, keprihatinannya akan persepsi kue kembang goyang yang dianggap kuno mendorongnya untuk berinovasi.
Transformasi Kue Tradisional Menjadi Camilan Kekinian
Ningsih melihat potensi besar dalam mengembangkan kue kembang goyang. Ia bertekad untuk mengubah citra kue tersebut menjadi lebih modern dan menarik.
Pada 2020, Kembang Goyang Ningnong resmi berdiri. Ningsih tidak hanya fokus pada produksi, tetapi juga mengurus perizinan, termasuk HAKI, sertifikasi PIRT, dan sertifikat halal.
Pandemi COVID-19 tidak menghalangi langkahnya. Justru saat itu, ia memanfaatkan waktu untuk menyelesaikan berbagai perizinan sambil memasarkan produknya melalui Gerai Lengkong di Tangerang Selatan.
Permintaan yang meningkat dari Gerai Lengkong mendorong Ningsih untuk memproduksi kembang goyang secara massal pada tahun 2021.
Inovasi dan Riset Pasar yang Terarah
Keunikan Kembang Goyang Ningnong terletak pada penggunaan tepung mocaf singkong yang gluten-free dan lebih sehat. Bentuknya yang mungil dan lucu juga menjadi daya tarik tersendiri.
Suksesnya bukan tanpa perencanaan. Ningsih melakukan riset pasar yang terarah. Ia menargetkan pasar anak muda, khususnya mahasiswa.
Melalui survei online kepada 50 responden dari berbagai kampus di Tangerang dan Tangerang Selatan, ia mengetahui preferensi rasa di kalangan anak muda, yaitu cokelat, matcha, dan kopi.
Hasil riset tersebut menjadi dasar pengembangan varian rasa baru. Selain rasa original dan wijen hitam, kini tersedia varian cokelat dan kopi.
Kemasan pun didesain lebih menarik dan kekinian, dengan warna kuning yang cerah. Strategi pemasaran digital melalui Instagram (@ningnongindonesia) dan Facebook (Ningnong Makanan Betawi Tangsel) juga diterapkan.
Kreativitas Ningsih terlihat dalam cara penyajian yang unik. Kembang goyang disajikan dengan susu, layaknya sereal, sehingga menarik bagi anak muda.
Cultural Entrepreneurship: Menggabungkan Budaya dan Bisnis
Keberhasilan Kembang Goyang Ningong merupakan contoh nyata cultural entrepreneurship. Hal ini diungkapkan oleh Rambat Lupiyoadi, pakar ekonomi UMKM dari FEB UI.
Rambat menjelaskan bahwa pelestarian budaya Betawi melalui kuliner, seperti Kembang Goyang Ningnong, memiliki nilai ekonomi yang signifikan.
Ia juga menekankan pentingnya dukungan pemerintah terhadap UMKM yang juga berperan dalam pelestarian budaya.
Keberhasilan Kembang Goyang Ningnong dalam BRI UMKM EXPO(RT) 2025, dengan omzet mencapai Rp 8,5 juta, membuktikan potensi besar dari cultural entrepreneurship.
Partisipasi dalam pameran tersebut juga menjadi sarana edukasi bagi masyarakat, untuk memperkenalkan kembang goyang dengan inovasi yang unik dan modern.
Kisah sukses Kembang Goyang Ningnong menginspirasi pelaku UMKM lainnya untuk berinovasi dan memanfaatkan potensi budaya lokal dalam mengembangkan bisnisnya.
Dengan strategi pemasaran yang tepat dan inovasi produk yang menarik, UMKM dapat mencapai kesuksesan sambil melestarikan warisan budaya bangsa.