Pasar Rawabening, pusat batu akik terbesar di Asia Tenggara, menyimpan kisah menarik tentang kegigihan para pedagang batu mulia. Salah satunya adalah Defriman (59), yang telah berjualan di pasar tersebut sejak tahun 1988.
Meskipun tren batu akik telah mereda sejak puncaknya pada tahun 2014-2015, Defriman tetap teguh bertahan di kiosnya, Toko Usaha Baru, yang dipenuhi berbagai batu mulia seperti ruby, sapphire, dan bacan. Kisah sukses dan tantangannya menjadi cerminan dinamika usaha di tengah fluktuasi pasar.
Awal Usaha hingga Kejayaan Batu Akik
Perjalanan Defriman dimulai dari nol. Pada akhir tahun 80-an, ia bekerja sebagai tukang sepuh cincin dan membantu toko abangnya untuk mengumpulkan modal.
Setelah tiga tahun, ia berhasil membeli kios di Pasar Rawabening. Modalnya didapatkan dari hasil sepuh cincin, yang kala itu dihargai Rp500 per cincin.
Defriman fokus pada perdagangan logam mulia, emas dan perak, selama bertahun-tahun. Ia kemudian berekspansi ke bisnis batu akik pada tahun 2014, saat batu akik sedang mengalami masa kejayaannya.
Kiosnya pernah ditawar hingga Rp 3 miliar pada masa keemasan batu akik. Namun, harga tersebut kini turun drastis menjadi sekitar Rp 500 juta.
Kredit Kios dan Kesempatan yang Hilang
Defriman membeli kios barunya yang lebih besar di tahun 2010. Karena harganya jauh lebih mahal daripada kios pertamanya, ia terpaksa mengambil kredit dari BRI untuk pertama kalinya.
Kredit kiosnya lunas saat batu akik sedang booming. Namun, ia menyesali keputusan tidak menjual kiosnya ketika ditawar Rp 3 miliar.
Andai ia menjual kios saat itu, Defriman bisa membeli emas dalam jumlah besar. Nilai investasi emasnya akan jauh lebih tinggi saat ini.
Meskipun demikian, Defriman tetap bertahan di Pasar Rawabening berkat usahanya di bidang emas dan perak, serta penjualan berlian dan permata dalam jumlah terbatas.
Ironi Harga Emas Naik dan Strategi Bisnis Perak
Naiknya harga emas saat ini menjadi sebuah ironi. Defriman seharusnya bisa memanfaatkan peluang ini, namun ia membatasi diri karena keterbatasan modal.
Ia lebih fokus pada usaha perak karena risikonya lebih rendah dibandingkan emas. Perak lebih stabil dan kerugiannya tidak sebesar emas jika harga turun.
Defriman tetap menerima jual beli emas, tetapi lebih memilih emas muda atau emas suasa karena keuntungannya lebih besar. Ia juga menjual perak dalam kemasan kilogram dengan harga sekitar Rp 17 juta/kg.
Ke depannya, Defriman ingin kembali menjalankan bisnis perhiasan berlian. Namun, hal ini membutuhkan modal besar sekitar Rp 1 miliar.
KUR BRI dan Harapan untuk Masa Depan
Defriman mendapatkan pinjaman KUR dari BRI sejak Januari 2025. Pinjaman ini membantunya mempertahankan usahanya dan tetap membuka toko.
Keberadaan toko fisik sangat penting bagi kepercayaan pelanggan. Defriman berharap mendapatkan pinjaman yang lebih besar untuk mengembangkan bisnis perhiasan berliannya.
BRI Unit Jatinegara Kota menilai Defriman sebagai nasabah yang menonjol di Pasar Rawabening. Ia aktif mereferensikan nasabah lain kepada BRI.
Pasar Rawabening menjadi klaster tersendiri dalam program Klusterku Hidupku BRI. BRI berkomitmen untuk mendukung para pedagang di pasar tersebut dengan layanan perbankan yang mudah diakses.
Kisah Defriman menunjukkan kegigihan seorang pengusaha kecil dalam menghadapi fluktuasi pasar. Meskipun melewatkan kesempatan emas, ia tetap berinovasi dan memanfaatkan peluang lain untuk bertahan dan berkembang. Dukungan dari lembaga keuangan seperti BRI menjadi faktor penting dalam keberlangsungan usahanya.
