Indonesia, sebagai salah satu dari lima negara penghasil singkong terbesar dunia, membukukan produksi mencapai 18,3 juta ton pada tahun 2023. Ketersediaan singkong yang stabil di pasaran, misalnya di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, menunjukkan potensi komoditas ini.
Harga singkong pun relatif stabil, menghasilkan omzet miliaran rupiah per tahun bagi para pedagang. Salah satunya adalah Shodiq, pedagang singkong di Pasar Induk Kramat Jati yang sukses membangun bisnisnya dari nol.
Sukses Shodiq, Juragan Singkong di Pasar Induk Kramat Jati
Shodiq, setiap harinya memasok 60 ton singkong dari Lampung dan Sukabumi. Sebagian besar pasokan berasal dari Lampung karena dianggap lebih stabil. Singkong tersebut kemudian dijual secara grosir dan eceran dengan harga Rp 2.800 hingga Rp 3.000 per kilogram.
Tingginya permintaan singkong, terutama untuk industri makanan ringan, turut mendorong bisnis Shodiq. Dalam setahun, ia berhasil meraup keuntungan bersih hingga Rp 3,6 miliar.
Keberhasilannya tidak lepas dari strategi berani berspekulasi dalam menjalin kerjasama dengan para petani singkong. Nama Shodiq dikenal baik di kalangan petani karena reputasinya yang selalu membayar tepat waktu.
Meskipun pernah mengalami kerugian akibat petani nakal, Shodiq tetap teguh pada prinsipnya. Ia menganggap kerugian tersebut sebagai bagian dari proses bisnis dan pembelajaran berharga.
Bertahan 27 Tahun di Pasar Induk Kramat Jati
Shodiq memulai bisnisnya sejak tahun 1998. Awalnya, ia hanya seorang buruh bongkar muat di Pasar Induk Kramat Jati dengan gaji Rp 2.500 per hari.
Dengan tekad kuat dan keuletan, ia mengumpulkan uang hingga mencapai Rp 1 juta sebagai modal awal berjualan singkong. Keuntungan pertamanya mencapai Rp 5 juta.
Dari modal awal tersebut, bisnisnya berkembang pesat. Pengiriman singkong yang tadinya hanya menggunakan mobil bak terbuka kecil, kini menggunakan 6 truk besar setiap hari.
Shodiq kini mempekerjakan 27 karyawan. Kisah suksesnya bahkan dimulai dari perjuangannya merantau ke Jakarta, dimana ia sempat dikira orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) karena penampilannya yang sederhana.
Digitalisasi Bisnis Lewat BRIMO
Shodiq, yang mengaku tidak lulus Sekolah Dasar (SD), sempat kesulitan dalam bertransaksi digital. Ia bahkan harus mempekerjakan asisten untuk mentransfer uang ke petani dengan upah Rp 200.000 per hari.
Namun, berkat edukasi dari Bank BRI melalui program pengenalan aplikasi BRIMO, ia kini mampu melakukan transaksi digital secara mandiri. Ia kini mengandalkan BRIMO untuk berbagai keperluan, termasuk pembelian tanah, rumah, mobil, dan pembayaran tagihan.
Program edukasi digitalisasi pasar oleh Bank BRI ini bertujuan untuk membantu para pedagang pasar tradisional beradaptasi dengan era digital. Program ini juga meliputi edukasi penggunaan BRIMO untuk berbagai transaksi.
Inisiatif BRI ini disambut positif oleh para pedagang, karena dinilai mempermudah transaksi dan meningkatkan efisiensi usaha, sekaligus mencegah peredaran uang palsu. Hal ini sejalan dengan komitmen BRI dalam mendigitalkan pasar tradisional.
Dari seorang buruh bongkar muat hingga menjadi juragan singkong sukses, kisah Shodiq menginspirasi. Selain bisnis singkongnya, ia juga mengembangkan usaha ternak ayam, bengkel, dan penyewaan lapak. Kini, ia lebih fokus pada amal dan ibadah, mencerminkan kesuksesan yang holistik.