Perusahaan media sosial X, sebelumnya dikenal sebagai Twitter, tengah menghadapi sorotan dari regulator Uni Eropa (EU). Perusahaan milik Elon Musk ini memberikan penjelasan kepada regulator antimonopoli EU terkait kebijakan centang biru (blue tick) yang diterapkannya. Penjelasan tersebut bertujuan untuk menghindari potensi sanksi berupa denda yang cukup besar.
Langkah X ini merupakan respons atas dakwaan Komisi pengawasan antimonopoli EU pada Juli 2024. Komisi tersebut menilai kebijakan centang biru X menyimpang dari praktik industri yang berlaku. Lebih lanjut, EU menduga kebijakan tersebut berpotensi melanggar aturan persaingan usaha yang berlaku di Uni Eropa.
Polemik Centang Biru Berbayar X
Sebelum diakuisisi Elon Musk pada 2022, centang biru di Twitter hanya diberikan kepada figur publik terverifikasi, seperti pejabat pemerintahan dan selebritas. Hal ini bertujuan untuk memastikan keaslian akun dan mencegah penyebaran informasi palsu.
Namun, di bawah kepemimpinan Musk, kebijakan ini berubah drastis. Siapapun kini dapat membeli centang biru, mengubah makna dan fungsi verifikasi akun secara fundamental. Perubahan ini memicu kontroversi dan kecurigaan mengenai potensi manipulasi informasi.
Praktik ini dinilai oleh Komisi Eropa sebagai sebuah penyimpangan. Hal ini dikarenakan akses verifikasi akun yang seharusnya eksklusif bagi figur publik kini menjadi komoditas yang bisa dibeli oleh siapapun. Perubahan kebijakan tersebut dianggap sebagai praktik yang tidak sesuai dengan standar industri.
Tanggapan X dan Penyelidikan EU yang Berlanjut
X telah memberikan tanggapan kepada pihak regulator EU. Namun, perusahaan tersebut belum mengakui adanya kesalahan dalam kebijakan centang biru berbayar mereka. X berargumen bahwa tampilan visual centang biru bukanlah hal yang diatur oleh peraturan antimonopoli EU.
Meskipun demikian, Komisi Eropa tetap melanjutkan penyelidikannya. Seorang juru bicara komisi menegaskan bahwa investigasi terkait kebijakan centang biru X masih berlangsung. Hasil penyelidikan ini akan menentukan apakah X akan dikenakan sanksi.
Penyelidikan ini dilandasi Undang-Undang Layanan Digital (DSA) Uni Eropa. Undang-undang tersebut mewajibkan platform digital besar untuk bertanggung jawab atas konten yang ada di platform mereka, termasuk dalam mencegah penyebaran informasi yang salah dan berbahaya.
Pelanggaran terhadap DSA dapat berakibat fatal bagi X. Sanksi yang dapat dijatuhkan mencapai 6 persen dari pendapatan tahunan global perusahaan. Ini merupakan angka yang sangat signifikan dan berpotensi mengancam kelangsungan bisnis X.
Implikasi dan Masa Depan Kebijakan Verifikasi Akun
Kasus ini menimbulkan pertanyaan penting tentang regulasi platform media sosial dan dampaknya terhadap informasi publik. Kebebasan berekspresi dan penyebaran informasi yang akurat merupakan isu yang krusial di era digital saat ini.
Perubahan kebijakan centang biru di X menunjukkan betapa pentingnya regulasi yang ketat terhadap platform media sosial. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan platform dan melindungi pengguna dari informasi yang menyesatkan.
Ke depannya, hasil penyelidikan EU akan menjadi preseden penting bagi regulasi platform media sosial di seluruh dunia. Ini bisa berpengaruh pada kebijakan verifikasi akun di platform lain, dan juga berdampak pada bagaimana platform tersebut mengelola informasi dan melindungi pengguna dari potensi manipulasi informasi.
Pernyataan X terkait kebijakan centang biru ini pertama kali dilaporkan oleh Bloomberg. Sementara itu, X sendiri belum memberikan tanggapan resmi atas permintaan komentar dari berbagai media massa.
Kesimpulannya, perselisihan antara X dan regulator EU atas kebijakan centang biru berbayar menyoroti perlunya regulasi yang lebih ketat terhadap platform media sosial untuk menjaga integritas informasi dan melindungi pengguna dari potensi manipulasi.