Rencana Gubernur DKI Jakarta untuk merelokasi kucing liar ke Pulau Tidung Kecil menuai kontroversi. Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PSI, Francine Widjojo, mengungkapkan rencana tersebut belum mengantongi izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).
Izin AMDAL Belum Terpenuhi, Pulau Tidung Kecil Terancam
Ketiadaan izin AMDAL menjadi sorotan utama. Francine Widjojo bahkan mengusulkan agar Pulau Tidung Kecil tetap difungsikan sebagai pulau konservasi sesuai Perda RTRW.
Ia meminta wacana pembuatan “Pulau Kucing” dibatalkan. Alasannya, Pulau Tidung Kecil seharusnya diperuntukan sebagai wilayah konservasi perairan.
Pemprov DKI Dinilai Terburu-buru, Abaikan Aspek Lingkungan
Francine Widjojo menyayangkan langkah Pemprov DKI yang dinilai terburu-buru. Proses AMDAL yang krusial untuk menilai dampak lingkungan justru diabaikan.
Rencana tersebut bahkan telah masuk ke dalam Rancangan Akhir RPJMD DKI Jakarta 2025-2029. Hal ini semakin memperkuat kritik atas kurangnya perencanaan yang matang.
AMDAL merupakan kajian penting untuk menilai dampak terhadap lingkungan. Hasil kajian ini sangat diperlukan dalam pengambilan keputusan terkait penyelenggaraan usaha atau kegiatan.
Lebih lanjut, Direktur LBH PS ini menegaskan pentingnya AMDAL untuk mengidentifikasi, memprediksi, dan mengevaluasi dampak lingkungan. Kajian ini juga mencakup rekomendasi mitigasi dan pengelolaan dampak tersebut.
Kontradiksi Rencana dan Aturan Perlindungan Lingkungan
Terdapat kontradiksi antara rencana relokasi kucing dan status Pulau Tidung Kecil sebagai kawasan konservasi. Relokasi kucing dalam jumlah besar berpotensi mengganggu ekosistem dan merusak konservasi.
Hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Aturan ini mewajibkan AMDAL untuk introduksi jenis hewan baru.
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 dan Permen Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 2021 juga memperkuat kewajiban tersebut. Ketiadaan AMDAL menjadi pelanggaran serius terhadap aturan yang ada.
Francine Widjojo dan PSI akan konsisten menolak rencana tersebut. Mereka mendesak agar rencana pembuatan “Pulau Kucing” diganti menjadi pulau tematik konservasi sesuai peruntukannya.
Keberadaan rencana “Pulau Kucing” dalam RPJMD 2025-2029 perlu dikaji ulang. Prioritas pelestarian lingkungan di Pulau Tidung Kecil harus diutamakan.
Peristiwa ini menyoroti pentingnya perencanaan yang matang dan terintegrasi, dengan memperhatikan aspek lingkungan dan peraturan yang berlaku sebelum mengambil keputusan besar yang berdampak luas.