Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini menyampaikan kritik tajam terhadap kebijakan ekonomi sejumlah negara di Asia Tenggara. Ia menilai banyak negara di kawasan ini cenderung meniru kekuatan ekonomi terbesar di dunia, sebuah strategi yang menurutnya merupakan kesalahan besar. Pernyataan ini disampaikan dalam pidatonya di St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) 2025 di Rusia.
Kebijakan ekonomi yang terlalu mengikuti kekuatan global, menurut Prabowo, menghambat perkembangan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan. Ia menekankan pentingnya setiap negara memiliki filosofi dan kebijakan ekonomi sendiri yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan negaranya.
Kebijakan Ekonomi Asia Tenggara yang Salah Kaprah
Prabowo menggarisbawahi dominasi filosofi pasar bebas klasik kapitalis neoliberal selama tiga dekade terakhir di Asia Tenggara. Banyak negara, termasuk Indonesia, menurutnya, terlalu mengikuti model ini tanpa mempertimbangkan konteks lokal.
Hal ini, menurut Prabowo, menyebabkan ketimpangan ekonomi yang signifikan. Kekayaan terkonsentrasi di tangan segelintir orang, sementara mayoritas penduduk belum merasakan manfaat pertumbuhan ekonomi.
Model Ekonomi Indonesia yang Perlu Dievaluasi
Indonesia, sebagai contoh, telah mencatatkan pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen selama tujuh tahun berturut-turut. Namun, manfaat pertumbuhan ini belum dirasakan secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat.
“Trickle down effect belum terjadi,” tegas Prabowo. Kekayaan masih terpusat di kurang dari 1 persen penduduk, sebuah realita yang menunjukkan adanya kegagalan dalam distribusi kesejahteraan.
Ketimpangan Ekonomi dan Solusi Kompromi
Ketimpangan ekonomi yang terjadi, menurut Prabowo, adalah dampak dari penerapan kapitalisme murni. Sistem ini, meskipun mampu mendorong inovasi dan kreativitas, juga memicu kesenjangan yang sangat besar.
Di sisi lain, sosialisme murni juga dinilai memiliki kelemahan, yaitu berpotensi menurunkan produktivitas karena kurangnya insentif individu. Oleh karena itu, Prabowo mengusulkan pendekatan kompromi.
Mencari Jalan Tengah: Sosialisme dan Kapitalisme Terbaik
Prabowo mengusulkan pendekatan yang menggabungkan elemen terbaik dari sistem sosialisme dan kapitalisme. Ia menolak penerapan sistem murni, baik sosialisme maupun kapitalisme.
“Jalan tengah ini akan memanfaatkan kreativitas dan inovasi dari kapitalisme, tetapi dengan mekanisme distribusi kekayaan yang lebih merata, seperti yang diharapkan dalam sistem sosialisme,” jelas Prabowo. Tujuannya adalah menciptakan lapangan bermain yang setara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sistem ini diharapkan dapat mengatasi ketimpangan ekonomi dan memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi berdampak positif bagi seluruh lapisan masyarakat. Hal ini sejalan dengan prinsip keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat.
Prabowo menekankan perlunya setiap negara Asia Tenggara untuk menemukan model ekonomi yang sesuai dengan konteks lokalnya sendiri. Hal ini penting untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan, yang mampu mengangkat taraf hidup seluruh rakyatnya. Meniru model ekonomi negara lain tanpa penyesuaian yang tepat hanya akan memperburuk ketimpangan dan menghambat pembangunan berkelanjutan. Indonesia, sebagai negara dengan potensi ekonomi besar, perlu berani bereksperimen dan menemukan model ekonomi yang tepat untuk mencapai kemakmuran yang inklusif.