Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, tengah menjadi sorotan terkait dugaan korupsi dalam pengadaan laptop Chromebook untuk program digitalisasi pendidikan. Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mendalami kasus ini, menyelidiki dugaan adanya pemufakatan jahat yang mengakibatkan pengadaan laptop dengan spesifikasi yang dinilai tidak efektif dan merugikan negara. Penjelasan Nadiem terkait pengadaan laptop ini menjadi kunci penting untuk mengungkap kebenaran di balik kasus yang tengah bergulir.
Penjelasan Nadiem Makarim seputar pengadaan laptop Chromebook untuk program digitalisasi pendidikan selama masa pandemi COVID-19 menjadi sorotan publik. Ia menjelaskan bahwa pengadaan tersebut bertujuan untuk mencegah learning loss dan memastikan pembelajaran tetap berjalan.
Mitigasi Learning Loss: Tujuan Pengadaan Laptop Chromebook
Nadiem Makarim menekankan bahwa pengadaan 1,1 juta unit laptop, modem 3G, dan proyektor untuk lebih dari 77 ribu sekolah merupakan langkah mitigasi untuk mencegah learning loss akibat pandemi. Program ini direncanakan selama empat tahun.
Laptop tersebut, lanjut Nadiem, tidak hanya untuk pembelajaran jarak jauh. Alat tersebut juga ditujukan untuk meningkatkan kompetensi guru dan tenaga kependidikan. Pengadaan ini juga mendukung pelaksanaan Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK).
ANBK sendiri merupakan instrumen penting untuk mengukur capaian pembelajaran siswa dan dampak learning loss. Data dari ANBK diharapkan dapat menjadi acuan untuk perbaikan sistem pendidikan ke depannya.
Bantahan Terhadap Tuduhan Penggunaan Chromebook di Daerah 3T
Nadiem secara tegas membantah tudingan bahwa pengadaan Chromebook ditujukan untuk daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Ia menjelaskan bahwa kajian yang dilakukan Kemendikbudristek secara komprehensif menargetkan sekolah-sekolah yang sudah memiliki akses internet.
Uji coba Chromebook di daerah 3T, menurut Nadiem, tidak dilakukan pada masa kepemimpinannya. Juknis pengadaan juga sangat jelas hanya memperbolehkan penyaluran laptop kepada sekolah yang memiliki akses internet.
Ketidakefektifan Chromebook dan Perbedaan Rekomendasi Teknis
Kejaksaan Agung, melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Harli Siregar, menyatakan bahwa penyidik tengah mendalami dugaan pemufakatan jahat untuk mengarahkan penggunaan Chromebook. Hal ini diindikasikan karena hasil uji coba 1.000 unit Chromebook pada tahun 2019 oleh Pustekom Kemendikbudristek dinilai tidak efektif.
Ketidakefektifan Chromebook, menurut Kejagung, disebabkan karena ketergantungannya pada akses internet yang belum merata di Indonesia. Tim teknis sendiri awalnya merekomendasikan penggunaan laptop berbasis sistem operasi Windows. Namun, rekomendasi tersebut diganti dengan rekomendasi penggunaan sistem operasi Chrome.
Perbedaan Spesifikasi dan Dampaknya
Perbedaan rekomendasi spesifikasi laptop, dari Windows ke Chrome OS, menimbulkan pertanyaan mengenai dugaan penyimpangan. Kejagung menduga adanya upaya untuk mengarahkan pengadaan ke jenis laptop tertentu, terlepas dari efektivitas dan kebutuhan riil di lapangan.
Penggunaan Chromebook yang dinilai tidak efektif untuk kondisi Indonesia, terutama di daerah dengan akses internet terbatas, menjadi poin krusial dalam penyelidikan. Hal ini menyebabkan potensi kerugian negara yang tengah diselidiki oleh Kejagung.
Kesimpulannya, kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Penjelasan Nadiem Makarim dan penyelidikan Kejagung memberikan gambaran kompleksitas masalah, melibatkan berbagai pihak dan pertimbangan teknis yang perlu ditelusuri secara mendalam. Hasil penyelidikan diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan memperbaiki sistem pengadaan barang dan jasa di masa mendatang agar kejadian serupa tidak terulang. Peristiwa ini juga menjadi pelajaran berharga mengenai pentingnya kajian yang komprehensif dan mempertimbangkan kondisi riil di lapangan sebelum pengambilan keputusan dalam pengadaan barang dan jasa, khususnya di sektor pendidikan.