Pengusaha hotel di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), mengeluhkan menjamurnya kos-kosan mewah di kota tersebut. Keberadaan kos-kosan elite ini dinilai menggerus pasar industri perhotelan karena wisatawan lebih memilihnya akibat harga yang jauh lebih murah dan fasilitas yang setara hotel berbintang.
Ketua Asosiasi Hotel Mataram (AHM), I Made Adiyasa, mengungkapkan keresahan ini telah berlangsung lama. Ia menyoroti operasional kos-kosan mewah yang dianggap menyimpang dari aturan yang berlaku.
Kos-kosan Mewah: Kompetitor Tak Terduga Industri Perhotelan
Persaingan usaha memang lumrah. Namun, masalah utama bukan soal persaingan itu sendiri, melainkan operasional kos-kosan mewah yang beroperasi di luar koridor izin yang semestinya.
Fasilitas yang ditawarkan kos-kosan mewah ini nyaris setara hotel berbintang. Keberadaan mereka dengan harga jauh lebih murah membuat wisatawan lebih cenderung memilihnya.
Izin Operasional dan Pajak Menjadi Permasalahan Utama
Adiyasa menjelaskan, kos-kosan mewah umumnya hanya memiliki izin untuk sewa bulanan. Namun, praktiknya banyak yang menyediakan sewa harian dan mingguan.
Hal ini dinilai merugikan pengelola hotel, baik secara legal maupun fiskal. Mereka tidak memberikan kontribusi pajak seperti hotel resmi.
Banyak kos-kosan mewah beroperasi tanpa izin usaha selayaknya hotel. Akibatnya, mereka luput dari kewajiban membayar pajak.
Sebuah hotel resmi perlu mengurus puluhan izin. Sementara itu, kos-kosan mewah yang fasilitasnya lengkap, seperti kolam renang dan TV berukuran besar, terbebas dari kewajiban tersebut.
Dampak Negatif Terhadap Ekosistem Perhotelan Mataram
AHM mencatat lebih dari 7.000 kamar kos-kosan mewah ditawarkan secara daring. Hanya sekitar 2.800 yang terdata sebagai anggota AHM.
Situasi ini dinilai mengganggu ekosistem perhotelan Mataram. Harga kamar hotel terdampak, dan persaingan usaha menjadi tidak sehat.
Adiyasa berharap agar kos-kosan mewah yang beroperasi seperti hotel segera mengurus izin resmi. Keberadaan mereka yang “abu-abu” merusak pasar dan menyebabkan ketidakadilan bagi bisnis hotel yang taat aturan.
Jika ingin beroperasi seperti hotel, maka harus mengikuti regulasi yang sama, termasuk dalam hal perizinan dan perpajakan. Ketidakjelasan status operasional ini menjadi kendala utama yang dihadapi pelaku usaha perhotelan di Mataram.
Ke depan, diperlukan pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah terkait izin operasional kos-kosan. Penerapan aturan yang adil dan konsisten akan menciptakan iklim usaha yang sehat dan berkelanjutan bagi semua pihak.
Dengan demikian, para pelaku usaha perhotelan dapat bersaing secara fair dan memberikan kontribusi optimal bagi perekonomian daerah.
Situasi ini menjadi pembelajaran penting bagi pemerintah untuk mengatur sektor akomodasi agar lebih tertib dan berkeadilan.