Jalak Bali, burung endemik Pulau Dewata, kini berada di ujung tanduk kepunahan. Namun, di sebuah kampung kecil di Tabanan, Bali, upaya penyelamatannya dilakukan melalui cara yang unik dan efektif: hukum adat.
Banjar Tingkihkerep, Desa Tengkudak, Kecamatan Penebel, menjadi benteng pertahanan bagi jalak Bali. Konservasi burung langka ini dilakukan berlandaskan awig-awig (aturan adat) yang dihormati dan ditaati oleh masyarakat setempat.
Pelestarian Jalak Bali Berbasis Adat
Awig-awig Banjar Tingkihkerep memuat aturan ketat terkait pelestarian lingkungan dan habitat jalak Bali. Salah satu poin pentingnya adalah larangan menebang pohon tanpa izin.
Bendesa Adat Tengkudak, I Nyoman Oka Tridadi, menjelaskan bahwa siapa pun yang melanggar aturan tersebut wajib menanam dua pohon pengganti. Pohon-pohon tersebut, idealnya, adalah pohon buah-buahan yang menjadi sumber makanan bagi jalak Bali.
Uniknya, aturan pelestarian ini hanya berlaku di Banjar Tingkihkerep, tidak di seluruh Desa Tengkudak.
Semangat warga dalam menjaga satwa dan lingkungan sekitar sangat tinggi, sehingga keberhasilan konservasi ini dapat terwujud.
Strategi Pemilihan Lokasi Konservasi
Pemilihan Banjar Tingkihkerep sebagai lokasi konservasi bukan tanpa alasan. Project Manager dari Yayasan FNPF, I Made Sugiarta, mengungkapkan bahwa pemilihan lokasi dilakukan setelah observasi mendalam.
Beberapa faktor yang dipertimbangkan meliputi aspek geografis, kekuatan hukum adat setempat, dan karakteristik masyarakatnya. Ketiga faktor ini dinilai sangat krusial untuk keberhasilan program konservasi.
Tantangan dan Potensi Kampung Jalak Bali
Kampung Jalak Bali bukan sekadar destinasi wisata, melainkan kawasan konservasi berbasis edukasi. Namun, masih ada kekurangan, terutama dalam hal fasilitas informasi bagi wisatawan.
Kurangnya informasi membuat wisatawan belum sepenuhnya memahami karakteristik dan perkembangan populasi jalak Bali di kawasan tersebut. Yayasan FNPF, bekerja sama dengan Balai KSDA dan akademisi Universitas Udayana, berupaya mengatasi hal ini.
Camat Penebel, I Putu Agus Hendra Manik Mastawa, melihat potensi besar Kampung Jalak Bali sebagai destinasi pendukung pariwisata Jatiluwih, situs warisan budaya UNESCO.
Kecamatan Penebel juga terus mengembangkan potensi lokal lainnya, seperti pertanian, budidaya kopi dan durian, serta wisata religi, untuk meningkatkan daya tarik kawasan secara keseluruhan.
Tantangan utama saat ini adalah keterbatasan fasilitas dasar untuk wisatawan, seperti ruang informasi dan toilet. Pihak kecamatan berencana mengajukan usulan penyediaan fasilitas tersebut kepada Dinas Pariwisata Tabanan.
Keberhasilan konservasi jalak Bali di Banjar Tingkihkerep membuktikan bahwa kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat dapat menghasilkan dampak positif bagi pelestarian satwa langka. Dengan dukungan fasilitas yang memadai, Kampung Jalak Bali berpotensi menjadi contoh nyata keberhasilan konservasi berbasis masyarakat dan daya tarik wisata yang berkelanjutan.