Kasus putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat terhadap penyanyi Agnez Mo atas dugaan pelanggaran hak cipta kembali menjadi sorotan. Komisi III DPR RI mendesak Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran hukum dan kode etik hakim dalam kasus tersebut. Hal ini menyusul laporan dari Koalisi Advokat Pemantau Peradilan yang menilai putusan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Komisi III DPR RI menggelar rapat khusus untuk membahas hal ini. Rapat dihadiri oleh perwakilan Ditjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum, Bawas MA, dan Koalisi Advokat Pemantau Peradilan. Mereka membahas tuntutan royalti sebesar Rp 1,5 miliar yang dijatuhkan kepada Agnez Mo oleh Pengadilan.
Desakan Komisi III DPR RI kepada Bawas MA
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyatakan bahwa Komisi III meminta Bawas MA untuk segera menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim. Laporan tersebut terkait putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat nomor register 92/BDT.SUS-HK/hakcipta2024 PN Niaga Jakarta Pusat.
Habiburokhman menekankan bahwa putusan tersebut diduga tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Komisi III juga meminta MA untuk menerbitkan surat edaran atau pedoman yang menjelaskan secara komprehensif penerapan UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Tujuannya adalah untuk mencegah putusan-putusan serupa yang merugikan dunia seni dan musik Indonesia di masa mendatang. Komisi III berharap agar tercipta kepastian hukum dan keadilan bagi seluruh pelaku industri kreatif.
Penyelidikan Bawas MA dan Harapan Pihak Agnez Mo
Bawas MA, yang diwakili oleh Inspektur Wilayah UU Suradi, telah mengkonfirmasi penerimaan laporan dari Koalisi Advokat Pemantau Peradilan. Laporan tersebut berisi dugaan pelanggaran etik majelis hakim yang memutus perkara Agnez Mo pada tanggal 19 Juni 2025.
Suradi memastikan Bawas MA akan menindaklanjuti laporan tersebut secara transparan dan profesional. Proses penyelidikan akan dilakukan sesuai prosedur yang berlaku untuk memastikan keadilan dan akuntabilitas.
Pihak Agnez Mo, yang diwakili oleh Wawan, berharap proses hukum yang berjalan akan menghasilkan keadilan. Mereka menekankan kepatuhan Agnez Mo terhadap proses hukum yang berlaku dan berharap hasil yang baik tidak hanya bagi Agnez Mo, tetapi juga bagi seluruh pelaku industri hiburan di Indonesia.
Vonis Agnez Mo dan Dugaan Pelanggaran Hak Cipta
Pada 30 Januari 2025, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memutuskan Agnez Mo bersalah dalam gugatan pencipta lagu Ari Bias. Agnez Mo diwajibkan membayar royalti sebesar Rp 1,5 miliar atas penggunaan lagu “Bilang Saja” dalam tiga konsernya tanpa izin.
Kuasa hukum Ari Bias, Minola Sebayang, menjelaskan bahwa putusan tersebut didasarkan pada Pasal 113 Undang-Undang Hak Cipta. Nominal ganti rugi tersebut dihitung berdasarkan tiga konser Agnez Mo di Surabaya, Jakarta, dan Bandung.
Kasus ini telah menimbulkan kontroversi dan perdebatan terkait interpretasi UU Hak Cipta. Desakan Komisi III DPR RI kepada Bawas MA diharapkan dapat memberikan kejelasan dan kepastian hukum terkait permasalahan ini.
Ke depan, diharapkan akan ada sosialisasi yang lebih luas terkait mekanisme perolehan lisensi dan pengelolaan royalti. Hal ini penting untuk mencegah terjadinya sengketa dan putusan peradilan yang merugikan para seniman dan pelaku industri musik di Indonesia. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses penegakan hukum sangat krusial untuk melindungi hak-hak cipta dan menjamin keadilan bagi semua pihak.