Indonesia, negara dengan kekayaan alam melimpah dan potensi ekonomi besar, juga dikaruniai penduduk yang sangat beragam. Namun, di balik jumlah penduduk yang mencapai 284,4 juta jiwa pada 2025 (proyeksi BPS), terdapat tantangan serius dalam memanfaatkan bonus demografi yang diperkirakan berlangsung hingga 2030.
Bonus demografi, yang ditandai dengan dominasi penduduk usia produktif (15-64 tahun), seharusnya menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Sayangnya, realita ketenagakerjaan saat ini menghadirkan sejumlah kendala signifikan yang perlu segera diatasi.
Tantangan Ketenagakerjaan di Tengah Bonus Demografi
Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masif yang terjadi baru-baru ini, mulai dari PT Sritex hingga perusahaan teknologi dan perhotelan, menjadi tanda bahaya. Ribuan pekerja kehilangan mata pencaharian, berdampak pada penurunan daya beli masyarakat.
IMF memprediksi tingkat pengangguran di Indonesia akan mencapai 5 persen pada 2025, meningkat dari 4,9 persen pada tahun sebelumnya. Angka ini menggambarkan besarnya tantangan yang dihadapi pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja.
Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, mengakui prediksi IMF sebagai alarm. Pemerintah, menurutnya, akan terus berupaya mencari solusi melalui koordinasi antar kementerian untuk mengidentifikasi peluang kerja yang tersedia.
Meningkatnya angka pengangguran berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi dan memperlebar kesenjangan sosial. Pemerintah perlu segera mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi masalah ini.
Perlunya Lapangan Kerja Inklusif dan Berkualitas
Kejadian ricuh di bursa kerja Cikarang pada akhir Mei lalu, dengan 25 ribu pencari kerja yang berebut 2.000-3.000 lowongan, mencerminkan ketidakseimbangan antara pencari kerja dan ketersediaan lapangan kerja formal.
Peristiwa ini bukan kejadian terisolasi; fenomena serupa kemungkinan terjadi di berbagai daerah. Pemerintah perlu fokus menciptakan lebih banyak lapangan kerja formal yang layak dan berkelanjutan.
Beberapa upaya telah dilakukan, seperti Perpres Nomor 57 Tahun 2023 tentang pelaporan lowongan kerja melalui SIAPkerja dan surat edaran larangan diskriminasi dalam rekrutmen. Namun, upaya ini perlu diperkuat dan ditingkatkan efektivitasnya.
Pemerintah juga harus adaptif dalam menciptakan lapangan kerja sesuai dengan perkembangan zaman dan teknologi. Pendekatan yang inklusif dan memastikan keadilan dalam akses pekerjaan sangat penting.
Investasi SDM: Kunci Penting Pertumbuhan Ekonomi
Ekonom UI, Fithra Faisal Hastiadi, menekankan pentingnya investasi sumber daya manusia (SDM) dalam menghadapi persaingan kerja yang semakin ketat. Persaingan ini tidak hanya antar manusia, tetapi juga dengan teknologi dan digitalisasi.
Guru Besar UI, Rhenald Kasali, menambahkan bahwa otomatisasi dan kecerdasan buatan (AI) mengancam pekerjaan manusia karena efisiensi biaya dan kecepatannya. Pemerintah perlu mengkaji ulang strategi penciptaan lapangan kerja.
Kemampuan adaptasi terhadap pekerjaan baru dan life-long learning menjadi krusial bagi angkatan kerja Indonesia. Generasi muda juga cenderung mencari pekerjaan yang bermakna (purpose-driven).
Transformasi sektor pendidikan sangat penting untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan SDM. Investasi dalam pendidikan dan pelatihan vokasi akan mempersiapkan angkatan kerja menghadapi tantangan masa depan.
Bangsa yang besar bukanlah bangsa yang hanya bergantung pada sumber daya alam yang terbatas, tetapi bangsa yang memiliki sumber daya manusia yang kompeten dan terdidik. Manusia adalah aset berkelanjutan yang akan terus berperan dalam pembangunan peradaban.
Menghadapi bonus demografi, Indonesia perlu memfokuskan strategi pembangunan pada peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan dan pelatihan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja. Hanya dengan cara ini bonus demografi dapat benar-benar menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.