Industri otomotif Indonesia tengah menghadapi tantangan berat. Penjualan kendaraan bermotor anjlok akibat melemahnya daya beli masyarakat. Kondisi ini disebut-sebut telah mencapai titik kritis, membutuhkan solusi segera untuk mencegah dampak ekonomi yang lebih luas.
Data penjualan sepanjang tahun 2025 menunjukkan belum adanya pemulihan signifikan. Meskipun terdapat kenaikan penjualan pada Mei 2025 dibandingkan bulan sebelumnya, angka tersebut masih jauh di bawah angka normal.
Penjualan Kendaraan Anjlok di Tahun 2025
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil wholesales (pabrik ke dealer) pada Mei 2025 mencapai 60.613 unit.
Sementara penjualan retail sales (dealer ke konsumen) tercatat sebanyak 61.339 unit. Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan April 2025, namun masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya di tahun yang sama.
Pada Januari 2025, penjualan wholesales mencapai 61.932 unit dan retail sales 64.029 unit. Angka ini menunjukkan penurunan yang signifikan pada Mei 2025.
Penjualan pada Februari dan Maret 2025 juga menunjukkan angka yang lebih tinggi dibandingkan Mei, mencapai angka 70.000-an hingga 76.000-an unit. Penjualan Mei 2025 jauh di bawah rata-rata penjualan bulanan yang biasanya mencapai 70.000 hingga 80.000 unit.
Penurunan Kelas Menengah: Faktor Utama Anjloknya Penjualan
Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara, menjelaskan penurunan daya beli masyarakat sebagai penyebab utama lesunya industri otomotif.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penurunan jumlah kelas menengah Indonesia. Pada Oktober 2024, proporsi kelas menengah turun menjadi 17,13% dari total penduduk, atau sekitar 46,85 juta jiwa.
Angka ini mengalami penurunan signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2019, proporsi kelas menengah mencapai 21,45% (57,33 juta jiwa), dan turun menjadi 19,82% (53,83 juta jiwa) pada tahun 2021.
Kukuh Kumara menyatakan bahwa penurunan jumlah kelas menengah ini cukup signifikan dan berdampak langsung pada penjualan kendaraan bermotor.
Kenaikan harga mobil sekitar 7,5% per tahun, sementara pertumbuhan daya beli kelas menengah hanya sekitar 3% per tahun, memperlebar kesenjangan aksesibilitas mobil bagi masyarakat.
Strategi Penanganan Krisis Industri Otomotif
Mayoritas pembeli mobil di Indonesia memilih kendaraan dengan harga di bawah Rp 400 juta, sekitar 75% dari total penjualan.
Penurunan penjualan di segmen Low Cost Green Car (LCGC), yang merupakan segmen mobil terjangkau, semakin memperkuat indikasi melemahnya daya beli masyarakat.
Penurunan penjualan LCGC ini berdampak negatif, karena mobil tersebut tidak hanya digunakan untuk kebutuhan pribadi tetapi juga untuk kegiatan ekonomi seperti layanan ride-hailing.
Kukuh Kumara menegaskan bahwa industri otomotif Indonesia saat ini berada dalam kondisi kritis. Diperlukan langkah cepat dan tepat untuk meningkatkan penjualan dan menggerakkan kembali roda ekonomi.
Peningkatan penjualan kendaraan bermotor akan berdampak positif pada perekonomian, sekaligus meningkatkan daya beli masyarakat secara keseluruhan.
Situasi ini membutuhkan perhatian serius dari pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan untuk mencari solusi menyeluruh dan berkelanjutan bagi pemulihan industri otomotif Indonesia.
Ke depan, dibutuhkan strategi yang komprehensif untuk menghadapi tantangan ini. Mungkin perlu adanya insentif pemerintah untuk meningkatkan daya beli masyarakat atau inovasi produk yang lebih terjangkau dan sesuai dengan kebutuhan pasar. Hanya dengan kolaborasi yang kuat, industri otomotif Indonesia dapat melewati masa sulit ini dan kembali berjaya.