Endang Sumitra, nama yang mungkin asing bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, menyimpan kisah luar biasa. Selama 36 tahun, pria asal Bogor ini telah melayani enam presiden Indonesia, menjadi saksi bisu perjalanan dinamika kekuasaan dari era Soeharto hingga Joko Widodo. Kisah hidupnya terungkap dalam sebuah acara napak tilas di Bogor, merayakan ulang tahun kota tersebut ke-543.
Pada acara yang diikuti lebih dari 30 peserta itu, Endang berbagi cerita tentang pengalamannya di lingkungan Istana Bogor. Ia bertugas di Istana sejak tahun 1982 hingga 2018.
Sebuah Dinas Panjang di Istana Bogor
Perjalanan karier Endang di Istana Bogor dimulai pada tahun 1982, sebuah keputusan yang mengikuti jejak leluhurnya. Buyutnya pernah menjadi mandor taman di Kebun Raya dan Istana Bogor pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Alidius Warmoldus Lambertus Tjarda van Starkenborgh-Stachouwer (1936-1942). Ayahnya pun pernah menjadi sopir pribadi Ibu Fatmawati.
Meskipun hanya lulusan SMA, Endang secara konsisten mengikuti pelatihan keprotokoleran tingkat nasional. Pelatihan-pelatihan ini diselenggarakan oleh Rumah Tangga Istana dan Departemen Luar Negeri, melibatkan pegawai istana di berbagai wilayah, serta perwakilan dari berbagai departemen dan lembaga negara.
Endang mengikuti pelatihan-pelatihan tersebut sejak masa kepemimpinan Brigjen Sampurno, Pak Joop Ave, dan Pak Maftuh Basyuni sebagai Kepala Rumah Tangga Istana.
Kisah Humanis dengan Enam Presiden
Endang memiliki banyak kenangan berinteraksi dengan enam presiden. Ia mengatakan bahwa dirinya sering diminta untuk berada dekat dengan Presiden Soeharto, karena bertugas membawa wireless TOA agar suara presiden terdengar jelas.
Dengan Presiden Gus Dur, Endang terlibat dalam mengatur penyajian makanan, bahkan sampai mengurangi jumlah sate rusa yang disiapkan untuk menjaga kesehatan presiden.
Interaksi paling intens dialaminya bersama Presiden Joko Widodo. Sejak 2015, Presiden Jokowi tinggal di Pavilion Dyah Bayurini, Istana Bogor. Endang berperan penting dalam menata lingkungan Istana, menanam aneka bunga dan tanaman merambat atas arahan presiden.
Presiden Jokowi juga yang meminta Endang mendatangkan pedagang angkringan ke halaman Istana untuk sidang kabinet, karena menganggapnya lebih murah dan lezat daripada katering.
Pendidikan dan Perubahan di Istana
Pada tahun 1992/1993, atas perintah Ibu Ii Atikah Sumantri (Kepala Istana Bogor), Endang melanjutkan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Pakuan, mengambil jurusan Hukum Tata Negara.
Ia baru berhasil menyelesaikan studinya pada tahun 1998, setelah Presiden Soeharto lengser. Kesempatan kuliah ini dijalani sambil bekerja di Istana.
Endang juga menceritakan perubahan di lingkungan Istana Bogor. Pada masa kepemimpinan Presiden Soeharto, penanaman perdu, tanaman merambat, dan tanaman berduri seperti mawar dilarang, meskipun indah dan harum.
Kini, di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi, lingkungan Istana lebih berwarna dengan berbagai tanaman, mencerminkan perubahan gaya kepemimpinan dan pendekatan yang lebih dekat dengan rakyat.
Kisah Endang Sumitra merupakan bukti bahwa sejarah tak hanya ditulis oleh para tokoh besar, tetapi juga oleh mereka yang berada di balik layar, dengan dedikasi dan pengabdiannya selama puluhan tahun.