Penggunaan bus yang tidak sesuai kesepakatan untuk mengangkut jamaah haji Indonesia menjelang puncak ibadah haji menuai sorotan tajam dari Komisi VIII DPR RI. Ketua Komisi VIII sekaligus anggota Tim Pengawas Haji (Timwas) DPR RI, Marwan Dasopang, mengungkapkan kekecewaan atas temuan ini. Menurutnya, pelayanan transportasi yang diberikan kepada para jamaah haji tidak sesuai dengan kesepakatan awal.
Kekecewaan ini disampaikan Marwan setelah melakukan pemantauan langsung di Jarwal, Sektor 7, Makkah, Arab Saudi pada Rabu (4/6). Ia menemukan fakta di lapangan yang cukup memprihatinkan terkait layanan transportasi bagi para jamaah haji Indonesia.
Bus Shalawat dan Sekolah Digunakan, Bukan Bus Masyair
Timwas Haji DPR RI menemukan penggunaan bus shalawat dan bus sekolah untuk mengangkut jamaah haji menuju Arafah. Padahal, kesepakatan awal menyebutkan bahwa armada yang seharusnya digunakan adalah bus masyair, bus khusus yang dirancang untuk puncak ibadah haji.
Meskipun secara teknis bus-bus tersebut masih mampu mengangkut jamaah dengan aman, Marwan menekankan perlunya evaluasi dari sisi kenyamanan, kesiapan, dan kesesuaian fungsi armada. Hal ini penting untuk memastikan pelayanan terbaik bagi para jamaah.
Perbedaan Fungsi Bus Masyair dan Shalawat
Marwan menjelaskan perbedaan mendasar antara bus shalawat dan bus masyair. Bus masyair dirancang khusus untuk beroperasi secara intensif selama puncak ibadah haji, melayani rute Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna).
Sementara itu, bus shalawat beroperasi 24 jam selama masa ibadah haji reguler. Fungsinya adalah untuk mengantar jemput jamaah dari hotel ke Masjidil Haram dan sebaliknya. Kedua jenis bus ini memiliki rute dan waktu operasi yang berbeda.
Bus shalawat melayani area sekitar Makkah dan hotel jamaah, berbeda dengan bus masyair yang melayani rute strategis Makkah-Arafah, Arafah-Muzdalifah, Muzdalifah-Mina, dan Mina-Makkah. Penggunaan bus yang salah jelas menghambat kelancaran perjalanan ibadah haji.
Lemahnya Pengawasan Teknis dan Tuntutan Perbaikan
Marwan menilai ketidaksesuaian penggunaan bus ini menunjukkan lemahnya pengawasan teknis. Ia menekankan pentingnya konsistensi pelaksanaan sesuai rencana dan komitmen awal yang telah disepakati.
Kekecewaan atas temuan ini diungkapkan Marwan dengan tegas. Ia meminta agar hal ini menjadi perhatian serius dan pengawasan diperketat. Jamaah haji berhak mendapatkan pelayanan terbaik, terutama pada fase puncak ibadah haji yang sangat krusial.
Marwan berharap agar kejadian ini menjadi pembelajaran berharga bagi penyelenggara ibadah haji. Pelayanan yang optimal dan sesuai kesepakatan harus menjadi prioritas utama untuk memastikan kelancaran dan kenyamanan jamaah selama menjalankan ibadah.
Evaluasi menyeluruh perlu dilakukan untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang. Transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan ibadah haji juga harus diutamakan. Dengan demikian, jamaah haji dapat menjalankan ibadah dengan khusyuk dan tenang tanpa terbebani masalah transportasi.
Komitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada jamaah haji harus diwujudkan dengan tindakan nyata. Kejadian ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan yang ketat dan komitmen semua pihak untuk memastikan kenyamanan dan kelancaran ibadah haji.