Bisnis kuliner yang bergabung dengan aplikasi pemesanan makanan online tak selalu menjanjikan keuntungan besar. Banyak pemilik restoran justru mengeluhkan biaya tambahan yang membebani operasional mereka.
Kehadiran platform online menawarkan jangkauan pasar yang lebih luas. Namun, faktor biaya layanan, biaya aplikasi, dan berbagai tagihan lainnya seringkali luput dari perhitungan awal.
Biaya Tambahan Aplikasi Online: Beban Berat bagi Pengusaha Kuliner
Sebuah laporan dari Food NDTV menyebutkan pengalaman Manish, pemilik restoran Saffroma di Noida, India. Ia mengungkapkan kekecewaannya terhadap biaya tambahan yang dibebankan aplikasi online.
Manish bahkan sampai memutuskan untuk menarik restorannya dari platform tersebut. Ia mengungkapkan keluhannya melalui media sosial X, menandai akun resmi Zomato dan pemiliknya, Deepinder Goyal.
Dalam unggahannya, Manish menunjukkan bukti pendapatannya yang nyaris habis tergerus berbagai potongan biaya. Potongan biaya tersebut sangat signifikan, bahkan melebihi keuntungan yang didapat.
Meskipun menerima banyak pesanan, jumlah potongan biaya yang besar membuat Manish merasa dirugikan. Ia menilai sistem ini tidak adil bagi usaha kecil.
Pengalaman serupa dari Pengusaha Lain
Pengalaman Manish rupanya bukan kasus yang terisolir. Banyak pemilik usaha kuliner lain yang mengungkapkan hal serupa.
Seorang pengguna X dengan akun @akashd7 mengungkapkan pernah mengalami hal serupa di platform Zomato dan Swiggy. Ia bahkan sampai memutuskan untuk berhenti bermitra dengan kedua platform tersebut.
Netizen lain turut memberikan komentar senada, menyatakan ketidakadilan sistem bagi pengusaha kecil. Mereka menganggap sistem komisi yang diterapkan oleh agregator aplikasi makanan online seringkali merugikan.
Tingginya biaya tambahan ini mendorong beberapa restoran menaikkan harga makanan mereka ketika dipesan melalui aplikasi online.
Dampak Biaya Tambahan terhadap Harga dan Keberlangsungan Bisnis
Beban biaya tambahan aplikasi online secara signifikan mempengaruhi harga jual makanan. Konsumen akhirnya harus membayar lebih tinggi jika memesan melalui platform online.
Kondisi ini menimbulkan dilema bagi pemilik restoran. Di satu sisi, mereka membutuhkan platform online untuk menjangkau konsumen lebih luas. Di sisi lain, biaya tambahan yang tinggi menggerus keuntungan mereka.
Ketidakpastian dan ketidakjelasan dalam struktur biaya juga menjadi masalah. Banyak pemilik restoran merasa kurang transparan mengenai rincian biaya yang dibebankan.
Banyaknya keluhan ini menunjukkan perlunya evaluasi dan penyesuaian terhadap kebijakan biaya yang diberlakukan oleh aplikasi pemesanan makanan online. Sehingga, kedua belah pihak, baik pengusaha kuliner maupun konsumen, dapat merasakan manfaat yang lebih adil dan berkelanjutan.
Ke depan, diharapkan terdapat keseimbangan antara kepentingan platform, pengusaha kuliner, dan konsumen. Sistem yang lebih transparan dan adil akan menciptakan ekosistem bisnis yang sehat dan berkelanjutan bagi semua pihak.