Tren konsumsi berita saat ini mengalami pergeseran signifikan. Semakin banyak orang, terutama remaja, beralih dari media tradisional seperti koran dan televisi ke platform media sosial untuk mendapatkan informasi terkini.
Data menunjukkan peningkatan dramatis jumlah pengguna TikTok yang mengonsumsi konten berita. Angka ini melonjak dari 800.000 pada tahun 2020 menjadi 3,9 juta pada tahun 2022. Perubahan perilaku ini memicu pertanyaan tentang implikasi dari tren tersebut terhadap kualitas informasi dan kesehatan mental para penggunanya.
Tren Konsumsi Berita di Media Sosial
Studi menunjukkan penurunan minat membaca koran dan menonton berita televisi, terutama di kalangan remaja.
Mereka lebih memilih mendapatkan informasi melalui media sosial, seperti TikTok dan Instagram. Kemudahan akses dan penyajian informasi yang lebih ringkas menjadi alasan utama perubahan ini.
Meskipun menyadari potensi rendahnya kredibilitas berita di media sosial, remaja tetap lebih menyukai platform ini. Mereka menganggap media sosial menawarkan beragam perspektif dan opini tentang suatu peristiwa.
Dampak Pengguliran Tanpa Henti di Media Sosial
Salah satu faktor yang mendorong penggunanya menghabiskan banyak waktu di platform seperti TikTok adalah fitur “scroll tanpa batas”.
Aliran konten yang tak pernah berakhir dan format video yang lebih menghibur menjadikannya lebih menarik daripada membaca artikel berita konvensional.
Namun, kebiasaan menggulir tanpa sadar ini bukanlah aktivitas yang tanpa risiko. Penelitian menunjukkan dampak negatif terhadap kesehatan mental dan otak.
Kaum muda, khususnya, rentan terhadap dampak negatif ini. Otak mereka masih dalam tahap perkembangan hingga usia 25 tahun, sehingga lebih mudah terpengaruh.
Ketergantungan dan Kesehatan Mental
Penggunaan media sosial yang berlebihan dikaitkan dengan peningkatan kecemasan, kesepian, dan citra diri yang negatif.
Semakin terikat pada perangkat, semakin besar pula potensi masalah kesehatan mental yang muncul.
Selain itu, kebiasaan menggulir tanpa henti juga mengganggu pola tidur. Cahaya biru dari layar perangkat digital dapat menghambat produksi melatonin, hormon yang mengatur siklus tidur.
Konten yang terus bermunculan di layar juga mencegah otak untuk beristirahat dengan cukup di malam hari, sehingga kualitas tidur terganggu.
Kesimpulannya, pergeseran tren konsumsi berita ke media sosial membawa konsekuensi yang perlu diperhatikan. Meskipun menawarkan kemudahan akses dan beragam perspektif, penting untuk bijak menggunakan media sosial dan menjaga keseimbangan agar terhindar dari dampak negatifnya terhadap kesehatan mental dan fisik.
Penting untuk selalu mengevaluasi kredibilitas sumber informasi dan membatasi waktu penggunaan media sosial agar tidak terjebak dalam siklus pengguliran tanpa henti yang merugikan. Membangun kebiasaan membaca berita dari sumber terpercaya dan mengatur waktu penggunaan gawai sangat penting untuk menjaga kesehatan mental dan fisik.