Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dituduh telah membiarkan Israel mendikte kebijakan AS terhadap Iran dan kawasan Timur Tengah yang lebih luas. Tuduhan ini mengemuka dari Direktur Forum Studi Timur Tengah Universitas Deakin, Australia, Shahram Akbarzadeh, yang berbicara kepada Al Jazeera pada Jumat, 20 Juni 2025. Pernyataan ini memicu pertanyaan mendalam mengenai peran Israel dalam strategi kebijakan luar negeri AS di bawah kepemimpinan Trump.
Akbarzadeh mengemukakan bahwa meskipun Trump berjanji menarik AS dari perang di Timur Tengah, kenyataannya ia justru menyerahkan pengambilan keputusan strategis di kawasan tersebut kepada Israel. Hal ini menunjukkan adanya dugaan dominasi pengaruh Israel dalam pembentukan kebijakan AS di Timur Tengah.
Tuduhan Pengaruh Israel dalam Kebijakan AS terhadap Iran
Akbarzadeh menegaskan bahwa Trump secara konsisten mengikuti agenda Israel terkait Palestina dan Iran. Ia menilai hal ini telah menempatkan AS dalam posisi terjepit, tergantung pada keputusan-keputusan yang diambil oleh Israel. Ketidakhadiran solusi diplomatik yang berarti memperparah situasi ini.
Keengganan Trump dalam mencari solusi diplomatik dengan Iran, menurut Akbarzadeh, semakin memperkuat tudingan tersebut. Hanya jika terdapat prospek solusi diplomatik yang diusulkan oleh pemimpin Eropa, misalnya melalui negosiasi dengan menteri luar negeri Iran, Trump baru akan memberikan dukungan.
Pernyataan Bertentangan dan Strategi Trump yang Dipertanyakan
Analis Iran-Amerika, Negar Mortazavi, menambahkan isu ini dengan mengungkapkan bahwa Trump mungkin “diakali” oleh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, di tengah konflik perang Iran-Israel yang sedang berlangsung. Pernyataan-pernyataan Trump yang seringkali bertolak belakang selama perang yang telah berlangsung delapan hari tersebut semakin memperkuat keraguan tersebut.
Mortazavi mempertanyakan konsistensi sikap Trump. Di satu sisi, Trump mengklaim dirinya sebagai presiden perdamaian dan berjanji mengakhiri konflik. Di sisi lain, tindakannya justru dinilai berkontribusi pada eskalasi konflik. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai pemahaman dan strategi Trump dalam menangani situasi krisis di Timur Tengah.
Dampak Perang dan Kepemimpinan Trump yang Dipertanyakan
Perang Iran-Israel, yang terjadi beriringan dengan konflik Rusia-Ukraina yang belum usai dan situasi memanas di Gaza, menunjukkan kompleksitas situasi geopolitik di kawasan tersebut. Perang ini tampaknya merupakan perang penggantian rezim.
Konsistensi tindakan Trump yang berbeda dengan pernyataannya, menimbulkan ketidakpastian. Pernyataan-pernyataan yang bertentangan dan keputusan yang dipertanyakan menimbulkan pertanyaan mengenai kepemimpinan dan efektivitas strategi Trump dalam menangani krisis di Timur Tengah. Situasi ini menunjukkan betapa rumit dan berbahayanya permainan politik internasional, terutama bila diwarnai dengan tudingan pengaruh luar dan ketidakkonsistenan kepemimpinan.
Kesimpulannya, tuduhan bahwa Trump membiarkan Israel mendikte kebijakan AS di Timur Tengah membuka diskusi yang lebih luas mengenai kompleksitas hubungan antara AS, Israel, dan Iran, serta implikasi dari kepemimpinan politik terhadap stabilitas regional. Konflik berkelanjutan di Timur Tengah menunjukkan perlunya pendekatan yang lebih holistik dan konsisten dalam menangani krisis di kawasan tersebut. Pengaruh negara lain, seperti Israel, dalam pengambilan keputusan AS tetap menjadi pertanyaan yang perlu dikaji secara mendalam.