Presiden Rusia Vladimir Putin baru-baru ini memberikan pernyataan yang cukup mengejutkan di Forum Ekonomi Internasional Saint Petersburg (SPIEF) 2025. Ia menegaskan bahwa ekonomi Rusia tetap tangguh dan menepis klaim yang menyebut perekonomian negara tersebut telah “mati” akibat perang di Ukraina. Putin menyoroti beberapa indikator ekonomi sebagai bukti ketahanan negaranya. Pernyataan ini kontras dengan kekhawatiran yang diungkapkan sejumlah pejabat dan pelaku usaha Rusia sendiri.
Pertumbuhan ekonomi, tingkat utang yang rendah, dan upaya diversifikasi menjadi poin penting yang diunggulkan Putin. Ia mengutip Mark Twain, “Laporan tentang kematian saya sangat dibesar-besarkan,” untuk menggambarkan situasi ekonomi Rusia saat ini.
Klaim Putin: Ekonomi Rusia Tetap Kuat
Putin memaparkan bahwa sekitar 43 persen PDB Rusia kini tidak lagi bergantung pada sektor energi dan pertahanan. Ini menunjukkan keberhasilan diversifikasi ekonomi, menurutnya. Namun, kenyataannya di lapangan, gambaran yang disampaikan Putin tidak sepenuhnya mencerminkan sentimen pelaku ekonomi di Rusia.
Tingkat inflasi menjadi salah satu tantangan yang cukup signifikan. Inflasi tahunan Rusia mencapai 9,59 persen, jauh di atas target Bank Sentral sebesar 4 persen. Meskipun Kementerian Ekonomi melaporkan adanya penurunan inflasi sejak April, tekanan inflasi masih terasa cukup kuat.
Tekanan Inflasi dan Kebijakan Moneter yang Kontroversial
Bank Sentral Rusia sempat menaikkan suku bunga ke level tertinggi sejak awal 2000-an pada Oktober 2024 untuk mengendalikan inflasi. Pada awal Juni 2025, suku bunga diturunkan satu poin menjadi 20 persen. Namun, Kremlin menilai langkah tersebut belum cukup efektif.
Putin menekankan pentingnya pertumbuhan ekonomi yang seimbang. Ini mencakup inflasi rendah, pengangguran minim, dan perekonomian yang tetap kuat. Ia mengakui adanya potensi risiko stagnasi bahkan resesi dan menekankan perlunya mencegah hal tersebut terjadi.
Sinyal Lemah dari Dalam Negeri: Menteri hingga CEO Ungkap Kekhawatiran
Pernyataan optimis Putin berbanding terbalik dengan pernyataan Menteri Ekonomi Maxim Reshetnikov yang sebelumnya memperingatkan tentang ancaman resesi. Perbedaan pandangan ini menunjukkan adanya disparitas antara pandangan pemerintah dan realita yang dihadapi pelaku ekonomi.
Gubernur Bank Sentral Elvira Nabiullina, yang menghadapi kritik atas suku bunga tinggi dan ketidakstabilan rubel, masih mempertahankan posisinya dengan dukungan Putin. Namun, Wakil Perdana Menteri Alexander Novak justru meminta pelonggaran kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
CEO Sberbank, German Gref, mengungkapkan kekhawatirannya terkait lemahnya permintaan kredit. Sberbank, sebagai bank terbesar di Rusia yang membiayai hampir 60 persen proyek investasi, belum membiayai satu pun proyek baru sejak awal tahun 2025.
Alexey Mordashov, pemilik mayoritas Severstal (produsen baja nasional), memperingatkan tentang krisis kredit yang berpotensi menyebabkan gelombang kebangkrutan. Penurunan konsumsi baja sebesar 14 persen dalam lima bulan pertama 2025 menjadi indikator yang mengkhawatirkan. Ia menekankan perlunya peninjauan kembali kebijakan moneter.
Kesimpulannya, meskipun Putin berupaya menampilkan citra ekonomi Rusia yang tangguh, kenyataannya ada ketidaksesuaian antara pernyataan pemerintah dan kekhawatiran yang diungkapkan oleh para pelaku ekonomi di lapangan. Tekanan inflasi, kebijakan moneter yang kontroversial, dan lemahnya permintaan kredit menunjukkan adanya tantangan ekonomi yang signifikan di Rusia. Perkembangan selanjutnya akan bergantung pada efektivitas kebijakan pemerintah dalam menghadapi tantangan tersebut. Masa depan ekonomi Rusia masih penuh ketidakpastian.