Ketegangan antara Thailand dan Kamboja kembali meningkat drastis. Insiden bentrokan mematikan di wilayah perbatasan yang disengketakan memicu eskalasi diplomatik terbaru antara kedua negara. Konflik ini menewaskan seorang tentara Kamboja pada 28 Mei 2025, dan terus memanas hingga kini.
Kamboja melayangkan ancaman serius berupa penghentian impor hasil pertanian dari Thailand. Ancaman ini merupakan respons atas pengetatan perbatasan yang dilakukan Thailand. Kedua negara saling menyalahkan atas terjadinya bentrokan di “zona netral” yang diklaim oleh keduanya.
Eskalasi Konflik dan Ancaman Timbal Balik
Thailand memblokade beberapa pos lintas batas dan mengancam pemutusan pasokan listrik ke Kamboja. Sebagai balasan, Kamboja menghentikan impor listrik, bandwidth internet, produk-produk Thailand, dan melarang penayangan film-film Thailand di televisi lokal.
Presiden Senat Kamboja, Hun Sen, mengumumkan larangan impor buah dan sayur dari Thailand. Larangan ini akan berlaku jika Thailand tidak mencabut pembatasan akses perbatasan pada 17 Juni 2025. Perdana Menteri Thailand, Paetongtarn Shinawatra, berdalih langkah negaranya didasari alasan keamanan.
Pertemuan Diplomatik Tanpa Hasil Signifikan
Pejabat dari kedua negara bertemu di Phnom Penh pada akhir pekan untuk membahas sengketa perbatasan. Meskipun suasana pertemuan diklaim kondusif, tidak ada terobosan berarti dalam menyelesaikan perselisihan. Kedua pihak masih bersikukuh pada pendirian masing-masing.
Kamboja Membawa Sengketa ke Mahkamah Internasional (ICJ)
Kamboja secara resmi mengajukan permohonan ke ICJ untuk menyelesaikan sengketa perbatasan dengan Thailand. Permohonan tersebut mencakup empat wilayah yang disengketakan, termasuk lokasi bentrokan mematikan bulan Mei dan tiga kompleks kuil kuno.
Hun Sen menyatakan langkah hukum ini sebagai upaya mencari solusi damai. Ia menekankan bahwa Thailand menolak penyelesaian bersama, sehingga Kamboja terpaksa membawa kasus ini ke ICJ. Kementerian Luar Negeri Thailand belum memberikan pernyataan resmi terkait hal ini.
Dampak terhadap Migran Kamboja
Hun Sen juga menyerukan puluhan ribu migran Kamboja yang bekerja di Thailand untuk pulang. Ia khawatir meningkatnya risiko diskriminasi akibat memburuknya hubungan kedua negara. Situasi ini menambah kompleksitas masalah yang sudah pelik.
Akar Masalah: Sengketa Perbatasan Era Kolonial
Sengketa perbatasan antara Thailand dan Kamboja berakar dari era kolonial Prancis. Garis batas sepanjang 800 kilometer di kawasan Indochina belum sepenuhnya disepakati. Perselisihan atas empat wilayah strategis bermula pada awal abad ke-20 dan terus berlanjut hingga sekarang.
ICJ sebelumnya memutuskan bahwa kuil Preah Vihear milik Kamboja (1962 dan 2013). Thailand menolak putusan tersebut dan memilih penyelesaian bilateral, sehingga ketegangan terus berlanjut. Konflik ini telah menyebabkan sedikitnya 28 kematian sejak 2008, sebagian besar akibat bentrokan militer di zona sengketa. Situasi ini membutuhkan penyelesaian yang adil dan berkelanjutan untuk mencegah jatuhnya korban jiwa lebih banyak lagi. Peran komunitas internasional dalam mencari solusi damai sangat krusial dalam menyelesaikan konflik ini.