Meningkatkan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja (TPAK) menjadi tantangan global, termasuk di Indonesia. Berbagai faktor kompleks seperti norma sosial, beban ganda, dan kesenjangan gender di dunia kerja turut memengaruhi angka TPAK perempuan yang masih tertinggal dibandingkan laki-laki.
Namun, sebuah solusi inovatif mulai dilirik: ekonomi gig. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) melihat potensi besar ekonomi gig dalam memberdayakan perempuan dan meningkatkan TPAK mereka.
Ekonomi Gig: Fleksibilitas untuk Perempuan Bekerja
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Keluarga dan Kependudukan Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum, menekankan fleksibilitas yang ditawarkan ekonomi gig sebagai kunci utamanya.
Teknologi digital memungkinkan perempuan mengatur waktu kerja mereka sendiri, sesuai dengan kebutuhan pengasuhan anak atau tanggung jawab keluarga lainnya.
Hal ini membuka peluang bagi perempuan untuk berkontribusi ekonomi tanpa harus mengorbankan peran mereka di rumah.
Tantangan dan Solusi Peningkatan TPAK Perempuan
Meski ekonomi gig menawarkan solusi, peningkatan kapasitas perempuan tetap menjadi prioritas.
Perempuan perlu dibekali keterampilan yang sesuai dengan tuntutan pasar kerja digital yang dinamis.
Pemerintah juga berperan penting dalam memenuhi hak-hak dasar perempuan, termasuk akses kesehatan dan pendidikan yang berkualitas.
Hal ini akan mendukung kesiapan perempuan untuk memasuki dan bertahan di dunia kerja.
Selain itu, evaluasi kebijakan pasar yang masih belum responsif gender juga perlu dilakukan.
Kebijakan-kebijakan yang diskriminatif perlu dihilangkan untuk menciptakan lapangan kerja yang setara.
Kebijakan yang Responsif Gender
Pemerintah perlu menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan mendukung.
Ini meliputi kebijakan yang melindungi hak-hak pekerja perempuan, mencegah pelecehan seksual, dan memberikan cuti melahirkan yang memadai.
Adanya dukungan sistem perlindungan sosial juga penting untuk memastikan perempuan dapat bergabung dan tetap bekerja tanpa khawatir akan kehilangan sumber penghasilan.
Data BPS dan Kesenjangan TPAK
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan peningkatan TPAK perempuan selama periode Februari 2024 hingga Februari 2025.
Kenaikan TPAK perempuan (1,37 persen) lebih tinggi dibandingkan kenaikan TPAK laki-laki (0,32 persen) dalam periode tersebut.
Namun, kesenjangan TPAK antara perempuan dan laki-laki masih signifikan.
Pada Februari 2025, TPAK laki-laki mencapai 84,34 persen, sementara TPAK perempuan hanya 56,78 persen.
Beberapa faktor yang menyebabkan kesenjangan ini termasuk norma sosial budaya, beban ganda perempuan, dan pelanggaran hak pekerja.
Kebijakan yang mendukung kesetaraan gender dan perlindungan pekerja perempuan sangat krusial untuk mengatasi kesenjangan ini.
Perlu adanya komitmen dari seluruh pemangku kepentingan untuk menciptakan lingkungan kerja yang adil dan setara bagi perempuan.
Kesimpulannya, ekonomi gig menawarkan peluang signifikan untuk meningkatkan TPAK perempuan. Namun, keberhasilannya bergantung pada upaya bersama pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk mengatasi berbagai tantangan yang masih ada. Peningkatan kapasitas perempuan, perlindungan hak-hak dasar, dan kebijakan yang responsif gender menjadi kunci untuk mewujudkan kesetaraan gender di dunia kerja dan menciptakan masa depan yang lebih adil dan sejahtera bagi seluruh warga negara.