Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, gencar melobi Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, untuk meningkatkan dukungan AS dalam konflik dengan Iran. Upaya ini dilakukan menyusul serangan udara Israel terhadap Iran pekan lalu, yang digambarkan Netanyahu sebagai tindakan menguntungkan kepentingan AS.
Netanyahu secara aktif menghubungi Trump melalui telepon dan wawancara publik. Ia menekankan ancaman Iran yang nyata, mengingatkan pada potensi Iran memiliki senjata nuklir dan kemampuan untuk menjangkau AS. Pernyataan-pernyataan ini disampaikan di tengah hubungan yang dinamis antara Netanyahu dan Trump sepanjang tahun ini.
Upaya Netanyahu Memengaruhi Trump
Netanyahu telah bertemu Trump dua kali di Gedung Putih sejak Trump kembali berkuasa. Dalam pertemuan April lalu, Netanyahu bahkan meminta bom penghancur bunker buatan AS, namun permintaan ini ditolak. Meskipun demikian, Trump masih mempertimbangkan dukungan militer terbuka, meskipun basis pendukungnya dari gerakan MAGA cenderung anti-intervensi.
Tokoh-tokoh berpengaruh seperti Wakil Presiden JD Vance, Direktur Intelijen Nasional Tulsi Gabbard, Steve Bannon, dan Tucker Carlson, menunjukkan kecenderungan anti-intervensi. Namun, Trump tetap memberi sinyal ambigu, menyatakan keputusan akhir akan diambil dalam dua minggu ke depan.
Analisis Terhadap Pengaruh Netanyahu dan Pertimbangan Trump
Yossi Mekelberg, analis Timur Tengah dari Chatham House, menilai Netanyahu memahami kepribadian Trump dan mencoba memanfaatkan peluang untuk mengklaim kemenangan. Mekelberg menyebutkan Netanyahu mendapat “lampu kuning” dari Trump untuk menyerang Iran. Trump sendiri memuji operasi militer Israel, termasuk pembunuhan tokoh militer Iran dan serangan ke situs nuklir.
Namun, Eliot A. Cohen, mantan penasihat Departemen Luar Negeri AS, mengingatkan agar tidak terlalu menekankan pengaruh Netanyahu. Ia berpendapat keputusan Trump lebih dipengaruhi oleh pandangan pribadinya terhadap program nuklir Iran, ingatannya akan rencana pembunuhan terhadap dirinya oleh agen Iran pada 2024, serta keberhasilan awal operasi Israel.
Permintaan Israel untuk membombardir situs pengayaan uranium bawah tanah di Fordo mungkin mendapat pertimbangan, karena dianggap tidak melibatkan invasi darat. Cohen menambahkan, kekhawatiran Amerika Serikat akan Iran yang memiliki senjata nuklir cukup besar.
Respons Publik Amerika dan Kritik terhadap Netanyahu
Opini publik AS cenderung menolak keterlibatan militer langsung. Survei YouGov untuk The Economist menunjukkan hanya 16 persen responden yang mendukung keterlibatan militer AS. Mayoritas responden dari berbagai spektrum politik menolak intervensi militer.
Steve Bannon, mantan penasihat strategi Trump, mengkritik Netanyahu, menganggapnya telah menyeret AS ke dalam perang yang tidak bisa diakhiri sendiri. Bannon mengecam Netanyahu yang dinilai bersikap arogan dan memulai perang tanpa mempertimbangkan konsekuensinya.
Kesimpulannya, upaya Netanyahu untuk mendapatkan dukungan Trump dalam konflik dengan Iran masih belum jelas hasilnya. Meskipun Netanyahu secara aktif melobi Trump, keputusan akhir tetap berada di tangan Trump dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk opini publik AS dan pertimbangan strategis yang kompleks. Situasi ini menunjukkan kompleksitas hubungan antara Israel dan AS dalam menghadapi ancaman Iran.