Boneka Labubu, makhluk kecil berbulu dengan gigi tajam, telah menjelma menjadi fenomena global. Diproduksi oleh perusahaan mainan asal China, Pop Mart, Labubu kini menghiasi tas tangan selebriti ternama seperti Rihanna dan Lisa Blackpink, menunjukkan daya tariknya yang meluas di seluruh dunia.
Keberhasilan Labubu melebihi sekadar tren mainan. Ia menjadi contoh nyata kekuatan budaya China yang semakin diakui di kancah internasional, bahkan di wilayah seperti Eropa dan Amerika Utara yang sebelumnya memiliki persepsi kurang positif terhadap Beijing.
Labubu: Diplomasi Soft Power China yang Menggemaskan
Dengan harga sekitar 40 dollar AS (sekitar Rp 650.000) per boneka dan penjualan yang terbatas, Labubu dijual dalam kemasan *blind box*, menambah daya tarik dan eksklusivitasnya. Keunikan desainnya yang “sedikit aneh, tapi sangat inklusif” menurut perancang interior Lucy Shitova, membuat banyak orang merasa terhubung dengannya.
Popularitasnya bahkan sampai menyebabkan penangguhan sementara penjualan di beberapa toko di Inggris karena kekhawatiran akan perilaku agresif penggemar yang antusias. Labubu, tanpa disengaja, telah menjadi duta “China keren” yang efektif di mata dunia.
Menerobos Stereotipe Produk China
Sebelum Labubu, perusahaan China kerap kesulitan memasarkan produk premium dengan merek sendiri. Stereotip produk China yang murah dan berkualitas rendah menjadi kendala utama.
Namun, Pop Mart berhasil mematahkan anggapan tersebut. Kesuksesan Labubu memicu munculnya produk bajakan yang disebut *lafufu*, menunjukkan betapa besarnya dampak boneka ini terhadap industri mainan dan persepsi terhadap produk China.
Keberhasilan Pop Mart membuka jalan bagi merek-merek China lainnya untuk mendapat pengakuan global, seperti label fesyen Shushu/Tong, merek Marchen, dan pembuat tas Songmont. Tren ini mengindikasikan potensi besar bagi ekspor produk-produk berkualitas tinggi dari China.
Peran TikTok dan Perubahan Persepsi Global
Analis Allison Malmsten dari Daxue Consulting melihat kesuksesan Labubu sebagai bukti pergeseran *soft power* China. Imej produk dan budaya China kini semakin dianggap keren di kalangan anak muda Barat.
Media sosial, khususnya TikTok, memainkan peran penting dalam fenomena ini. Sebagai platform video yang sangat populer dan diciptakan oleh perusahaan China ByteDance, TikTok telah membantu menaikkan popularitas Labubu di seluruh dunia.
Lebih dari 1,7 juta video bertema Labubu telah diunggah di TikTok, membuktikan kekuatan platform ini dalam membentuk tren global. Joshua Kurlantzick dari Council on Foreign Relations (CFR) bahkan menyatakan bahwa TikTok mungkin telah membantu mengubah persepsi konsumen terhadap China.
Meskipun TikTok sendiri menghadapi sorotan isu keamanan nasional di AS, fenomena “pengungsi digital” yang beralih ke platform China lainnya, Rednote, menunjukkan betapa kuatnya pengaruh budaya digital China.
Meskipun demikian, dampak Labubu terhadap persepsi publik terhadap pemerintah China masih dipertanyakan. Kurlantzick meragukan apakah daya tarik Labubu akan otomatis meningkatkan pandangan politik terhadap China, sebagaimana Korea Selatan yang juga memiliki kekuatan lunak kuat, tetapi tidak secara otomatis menjadikan negara tersebut lebih kuat secara politik.
Namun, Fan Yang berpendapat bahwa citra global AS yang kurang baik di masa pemerintahan Presiden Donald Trump justru dapat memberikan keuntungan bagi persepsi terhadap China. Labubu, dengan daya tariknya yang global, telah berhasil menumbuhkan minat generasi muda dari seluruh dunia terhadap China.
Kesimpulannya, boneka Labubu lebih dari sekadar mainan. Ia adalah simbol perubahan persepsi global terhadap China, menunjukkan kekuatan *soft power* yang efektif dan pergeseran stereotip produk China. Meskipun dampaknya terhadap politik internasional masih menjadi perdebatan, Labubu telah sukses menarik perhatian dunia dan menunjukan potensi besar industri kreatif China di masa depan.